Senin, 12 Oktober 2009

Sepercik ilmu dari secarik kain

Sepercik ilmu dari secarik kain


Ras manusia telah mengenal pakaian sejak sangat lama, bahkan sejak sebelum memiliki kemampuan untuk menulis dan membaca [1]. Seiring perjalanan sejarah, bentuk dan fungsi pakaian pun semakin berkembang, hingga menjadi teknologi dan industri tekstil yang mapan seperti sekarang. Karena telah menjadi barang yang umum dipakai sehari-hari, kita sering luput menyadari bahwa tekstil telah melahirkan sejumlah ilmu dan teknologi penting bagi dunia.

Mikroskopi dan kelahiran mikrobiologi

Pada tahun 1632, lahirlah Antonie van Leeuwenhoek di kota Delft, Belanda. Saat ini para ilmuwan mengenal sosok besar van Leeuwenhoek sebagai bapak pelopor dunia mikroskopi dan mikrobiologi. Walaupun tidak mengenyam pendidikan di universitas, namun keterampilan teknisnya yang mumpuni mampu menghasilkan mikroskop dengan kualitas jauh lebih tinggi daripada mikroskop lain yang dihasilkan saat itu. Hal ini lalu memungkinkan dirinya menjadi orang pertama di dunia yang mengeksplorasi biologi di dunia renik. Akan tetapi, hal apakah yang memicu van Leeuwenhoek untuk tertarik mengembangkan ilmunya? Ternyata, pada usia 16 tahun van Leeuwenhoek bekerja sebagai asisten dari seorang pedagang tekstil [2]. Pada zaman tersebut, rupanya para pedagang tekstil telah menggunakan mikroskop untuk memonitor kualitas bahan dagangan mereka.

Misteri basahnya air pada permukaan kain

Tiga abad kemudian, industri tekstil telah berkembang pesat, namun saat itu muncul satu misteri yang sulit dipecahkan: mengapa sejumlah jenis kain dapat mudah menjadi basah, sedangkan jenis kain lainnya mampu menolak air? Pertanyaan ini menarik perhatian ilmuwan, karena memang sejatinya sifat fisika dan kimia dari kain lah yang menentukan apakah air akan membasahi atau tidak. Wenzel (pada tahun 1936), serta Cassie dan Baxter (pada tahun 1944), kemudian mempublikasikan dua model fisika yang menjelaskan mengapa misteri itu terjadi [3]. Saat ini, kedua model ini tidak hanya bermanfaat bagi dunia tekstil, karena ternyata masih terus dipakai sebagai acuan untuk merancang sifat kebasahan dari banyak jenis permukaan, seperti permukaan cat canggih yang mampu meniru sifat daun teratai dalam menolak air dan debu [4].

Tekstil: teknologi masa depan?

Kini tekstil tidak hanya digunakan sekedar sebagai penutup tubuh. Variasi fungsinya semakin meluas, bahkan meliputi perangkat pembangkit energi [5] atau pengolah informasi [6]. Bukan tidak mungkin, secarik kain di masa depan akan berperan semakin vital dalam kehidupan kita: misalnya sebagai perangkat diagnosa kondisi kesehatan, atau sebagai alat monitor kondisi lingkungan alam, yang mampu memberikan hasil dengan cepat dan akurat walau hanya menggunakan setetes sampel saja. Jika kita mampu memanfaatkan teknologi mikroskopi untuk mengenali perilaku tekstil dengan lebih baik, serta lalu dapat mengendalikan sifat kebasahan dari masing-masing bagian penyusun dari secarik kain dengan cerdas, maka kita dapat saja membangun sistem mikrofluida yang ‘murah meriah’ dan tepat guna [7], tanpa perlu mengandalkan ‘microchip-microchip’ yang relatif sulit dan mahal untuk diproduksi. Ini bukan sekedar mimpi yang kosong, karena industri tekstil telah tumbuh mapan di Indonesia, dan kebutuhan masyarakat akan diagnosa kesehatan dan monitor lingkungan adalah sesuatu yang penting dan nyata.

Bacaan lanjutan:
[1] http://en.wikipedia.org/wiki/History_of_clothing_and_textiles
[2] http://en.wikipedia.org/wiki/Antonie_van_Leeuwenhoek
[3] http://en.wikipedia.org/wiki/Wetting
[4] http://www.wupperinst.org/FactorFour/best-practices/lotus-effect.html
[5] http://www.nature.com/nature/journal/v451/n7180/full/nature06601.html
[6] http://ieeexplore.ieee.org/ielx5/5/27928/1246382/1246382.inline_v20.html
[7] http://gea.ari.googlepages.com/microfluidicinstrumentation

Sumber foto: http://www.clothdollcreations.co.uk/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar